Jadi Kuliah atau Jadi Kuli-ah?
Oleh
: Deden Kurniawan S P
Permasalahan ekonomi setiap tahunnya selalu
menjadi tembok penghalang bagi siswa/siswi lulusan SMA dari kalangan tidak
mampu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka merasa putus asa dengan melihat
kondisi ekonomi keluarganya. Sehingga lebih memilih bekerja membantu orang tua
demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, ditambah dengan dorongan orang tua yang
mengarahkan mereka untuk bekerja dari pada melanjutkan ke perguruan tinggi.
Seperti kasus yang terjadi pada seorang gadis asal Tulungagung, setelah lulus
UN dengan nilai terbaik IPA di Tulungagung, Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya
ke perguruan tinggi, dengan alasan khawatir orang tuanya tidak mampu membiayai
kuliahnya, karena ayahnya yang hanya seorang tukang batu, dan ibunya seorang
tukang jahit. Sehingga ia memilih bekerja sebagai buruh di sebuah toko pakan
burung.
Kasus diatas menjadi penambah rentetan
panjang banyaknya siswa/siswi yang tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi
(PT) karena permasalahan ekonomi. Menurut M.Nuh, “jumlah anak berusia 19-23 tahun yang melanjutkan ke PT cuma
23 persen. Sisanya 77 persen belum punya kesempatan untuk masuk ke perguruan
tinggi, dengan salah satu faktor penyebabnya adalah ekonomi”, Rakyat Merdeka Selasa, 01 Februari 2011.
Mengingat dewasa ini pendidikan sudah
menjadi konsumsi mutlak yang harus dinikmati oleh setiap individu. Tidak peduli
berasal dari mana dan dengan status apa, karena pendidikan diharapkan bisa
menjadi pengantar menuju gerbang penerang masa depan bagi setiap orang pada
umumnya, dan khususnya bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dengan
pendidikan di tingkat perguruan tinggi, diharapkan tidak hanya berdampak pada
masa depan anak kurang mampu tersebut, akan tetapi dengan pendidikan dan
pekerjaan layak yang diperolehnya kelak akan membantu ekonomi keluarganya.
Lebih jauh, lulusan perguruan tinggi tersebut bisa menjadi agen perubahan bagi
lingkungan sosialnya.
Bidik Misi
Sejak tahun 2010, pemerintah
mengeluarkan program Bidik Misi (Beasiswa Pendidikan Bagi Mahasiswa
Berprestasi) yang dikhususkan untuk memberikan kemudahan kepada siswa/siswi
berprestasi tapi berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebanyak 20.000 mahasiswa yang tersebar di 104
PT yang ada di Indonesia telah merasakan beasiswa ini pada tahun 2010. Pada
tahun 2013 ini ditargetkan sebanyak 150.000 mahasiswa yang akan menerima bidik
misi. Karena program ini tidak hanya memberikan beasiswa pendidikan, tetapi
juga beasiswa untuk hidup selama 8 semester (4 tahun) perkuliahan.
Program bidik misi ini diperuntukkan
bagi anak-anak yang berasal dari
keluarga yang tidak mampu, juga
bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan dari keluarganya. Karena
diharapkan mereka yang lulus menjadi seorang sarjana dari hasil beasiswa ini,
bisa membangun dan membawa pengaruh baik di daerahnya, serta menularkan
semangat kepada adik-adiknya untuk menunutut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi
meskipun terhalang kendala ekonomi keluarga. Sehingga tidak ada halangan dan
alasan untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
sudah memberikan kemudahan kepada mereka yang masih ragu untuk kuliah karena
terhambat faktor ekonomi. Pada dasarnya, jika kita mau berusaha pasti akan ada
jalan yang mempermudah usaha kita, “manjadda
wa jada”. Sekalipun tidak ada program bidik misi dari pemerintah, masih
banyak beasiswa lain yang siap membiayai perkuliahan kita jika kita memang
layak menerimanya, seperti beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), BBM
(Bantuan Belajar Mahasiswa), Sampoerna Fundation,
Djarum Fundation, Yayasan Supersemar,
dan masih banyak lagi beasiswa lain yang sudah siap kita ambil, tinggal kembali
pada diri masing-masing mau atau tidak untuk mengambil kesempatan ini, dengan
usaha yang maksimal.
Kemudahan dari Kampus
Dewasa ini, untuk bisa belajar di
perguruan tinggi bagi mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu, mungkin
hanyalah sebuah angan-angan saja. Padahal sebenarnya tidak seperti itu, karena
setiap orang bisa merasakan bangku perkuliahan meskipun terbentur biaya,
asalkan mereka mau berusaha. Karena setiap kampus punya caranya masing-masing
dalam menangani permasalahan yang satu ini.
Jika kita ambil contoh salah satu kampus
ternama di Indonesia, ITB. Kampus ini sudah sejak tahun 60-an sudah memberikan
beasiswa kepada ribuan mahasiswanya yang berasal dari keluarga dengan kondisi
ekonomi kurang. ITB menjamin mahasiswanya untuk terus bisa kuliah meskipun
tidak memiliki biaya. Hingga tidak pernah ada sejarahnya, mahasiswa ITB yang drop out (DO) dikarenakan tidak memiliki
biaya kuliah. Ditambah dengan ikatan alumni ITB yang siap membantu adik-adiknya
yang kesulitan dalam hal biaya kuliah.
Contoh lain dari kampus yang terletak di
Depok, Universitas Indonesia (UI). Kampus ini mempunyai Beasiswa Untuk Seribu
Anak Bangsa, dengan kemudahan yang diberikan kepada calon-calon pemimpin bangsa
khususnya mereka yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Syarat
pertama cukup bisa masuk menjadi mahasiswa UI terlebih dahulu, selanjutnya
tinggal belajar dengan benar. Karena beasiswa ini hanya berlaku bagi mereka
yang sudah masuk menjadi mahasiswa UI.
Selain beasiswa, Universitas Indonesia
pun memberikan keringan bagi mereka yang bisa membayar sesuai dengan kemampuan
orang tuanya, sehingga mereka tetap bisa kuliah dengan membayar sesuai dengan
kemampuan orang tuanya. Karena UI menerapkan mekanisme subsidi silang, yakni
mereka yang membayar sesuai dengan tingkat ekonomi keluarga yang dibuktikan
dengan keterangan penghasilan orang tua, sehingga mereka yang orang tua nya
mempunyai penghasilan besar, akan disesuaikan dengan biaya yang harus
dikeluarkannya, atau dengan kata lain yang kaya mensubsidi yang miskin. Maka
mereka yang berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang membayar biaya
kuliah relative kecil dari mereka yang berasal dari keluarga mampu. Secara tidak
langsung kekurangannya akan ditutup oleh mereka yang membayar lebih besar.
Tidak hanya di ITB dan UI, masih banyak dari kampus-kampus lain yang mempunyai
program beasiswa tersendiri bagi mahasiswa-mahaiswa berprestasinya yang berasal
dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi.
Mekanisme BKT
Sama halnya dengan mekanisma yang
diterapkan UI yaitu dengan memperhatikan penghasilan orang tua untuk tingkat
pembayarannya, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru melalui PERMENDIKBUD
No.55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Dengan dikeluarkannya
peraturan ini pemerintah mengusahakan uang kuliah yang ditanggung oleh
mahasiswa semakin lama semakin kecil dengan memperhatikan masyarakat yang tidak
mampu (afirmasi), subsidi silang (yang kaya mensubsidi yang miskin), dan
pengendalian biaya yang tepat.
Peraturan ini baru diterapkan pada
tahun ini, dengan harapan bisa berjalan dengan baik. Karena pada dasarnya
peraturan ini dikeluarkan agar para calon mahasiswa yang berasal dari keluarga
dengan keterbatasan ekonomi, bisa merasakan juga belajar dan menuntut ilmu di
perguruan tinggi.
Dengan mekanisme BKT, biaya kuliah
akan lebih murah dan relative lebih rendah dari pada menggunakan mekanisma yang
lama. Karena pada mekanisme BKT, biaya kuliah seluruhnya selama 8 semester (4
tahun) akan dijumlahkan menjadi satu, yang disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT).
UKT ini akan mudah dikendalikan karena adanya subsidi dari Bantuan Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), maka mahasiswa membayar UKT yang jauh lebih
murah bila dibandingkan dengan membayar biaya kuliah dengan mekanisme yang
lama. BOPTN sendiri adalah bantuan yang dikucurkan pemerintah kepada setiap PTN
yang ada di Indonesia, jadi dimanapun PTN yang akan dituju, insyaAllah akan ada
kemudahan dan bantuan bagi mereka yang kurang mampu.
Melihat kemudahan-kemudahan di atas,
sudah seharusnya banyak lulusan SMA/SMK/MA yang berasal dari keluarga dengan
kondisi ekonomi yang kurang, bisa
meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Di samping itu, perlu juga dukungan
dari orang tua bahwa pendidikan menjadi penting, dan nomor satu untuk
didahulukan. Terus berikan motivasi kepada anak-anak kita, agar bisa masuk
terlebih dahulu ke PTN yang mereka minati dan sesuai dengan kemampuan mereka,
selanjutnya pasti akan ada jalan kemudahan seperti contoh pada dua PTN di atas.
Karena bagaimanapun pendidikanlah yang akan membawa mereka, keluarga, bahkan
masyarakatnya menuju masa depan yang lebih cerah.
Diharapkan kasus seperti yang
terjadi pada gadis asal Tulungagung di atas tidak terjadi lagi di tempat yang
lainnya, serta pada tahun-tahun berikutnya. Melihat begitu pentingnya
pendidikan, sehingga akan memberikan perkerjaan yang layak dan akan membawa
mereka pada kehidupan yang lebih enak, serta kemudahan-kemudahan berupa
beasiswa yang ditawarkan oleh PTN. Karena kuliah di PTN itu murah meriah, tidak
susah, meski dengan susah payah tapi insyaAllah bisa membawa kita menuju masa
depan yang lebih cerah. Karena posis lulusan dari perguruan tinggi akan lebih
diperhitungkan, ketimbang mereka yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi,
dan hanya bekerja sebagai kuli/buruh.
Maka dari itu, jangan mudah putus asa
hanya karena biaya, yang tepenting adalah usaha terlebih dahulu untuk bisa masuk
ke PTN, selanjutnya yakinlah untuk bisa meraih beasiswa. Bukan hanya beasiswa
pendidikan, bahkan biaya hidup pun bisa ditanggung oleh beasiswa.
Jadi
pilih mana, Jadi Kuliah atau Jadi
Kuli-ah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar